Saudara/i-ku…
Ditta punya seorang sahabat. Ia baik, lucu, imut, kocak, dan pintar. Dia termasuk salah seorang sahabat yang Ditta kenal sejak lama. Sama-sama satu SD, sama-sama satu SMP, dan sama-sama satu SMA. Alhamdulillah, sekarang ia sedang menempuh jenjang Strata 1 (S1) di Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD.
Banyak hal yang telah kami lalui bersama. Sedih, senang, susah, hal-hal konyol, bahkan marah-marahan pun pernah kami lalui (Ditta katakan marah-marahan, karena seingat Ditta, kami memang tidak pernah bertengkar hebat.. kami sadar, bahwa dalam persahabatan itu memang seharusnya tidak ada kata maaf, karena sahabat akan memaafkan bahkan sebelum ada yang meminta maaf).
Namun, ada dua hal yang paling berkesan bagi Ditta. Paling berkesan selama persahabatan kami hingga saat ini. Sebuah tamparan… dari seorang sahabat, dan epilog kami di SMA.
Beberapa tahun yang lalu (saat kami masih duduk di bangku kelas dua SMA), sahabat Ditta itu berhasil menjadi juara satu dalam lomba cerpen yang diadakan oleh (mungkin BEM, Ditta kurang tahu) UPI. Jujur, Ditta kaget, karena Ditta tahu kabar itu justru bukan dari mulutnya, melainkan dari orang lain. Segala perasaan bercampur aduk saat itu, antara sedih karena tidak diberitahu langsung, kecewa karena bukan jadi orang pertama yang mengetahui hal itu, dan masih banyak lagi. Namun, disisi lain, tentu Ditta merasa bangga padanya. Kagum, karena memiliki sahabat dengan segudang prestasi, serta hal-hal positif lainnya.
Tapi apa daya, Ditta hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Segala penyakit hati rasanya bercongkol dalam diri ini. Mulai dari rasa iri, tidak senang melihat kebahagiaan yang diperolehnya, merasa tinggi hati dan berpikir bahwa diri ini bisa melakukan lebih baik darinya, dan sebagainya.
Saat itu, mungkin sifat egois Ditta terlalu muncul ke permukaan. Sehingga tanpa disadari, tumbuh benih ketegangan di antara kami. Kami tidak saling menyapa, bertemu pun, Ditta malah menghindar. Sungguh, meski sudah diniatkan untuk mengucapkan selamat dan akan tersenyum jika bertemu, namun ternyata hal itu tidak mudah Ditta lakukan. Sebaliknya, Ditta justru bermuka masam dihadapannya.
Astaghfirullah. Itu adalah saat-saat paling menyakitkan bagi Ditta. Karena Ditta terus-terusan menghindar darinya, sahabat Ditta sendiri.
Namun sekali lagi, Alloh telah menunjukkan sifat Ar-Rahmaan dan Ar-RahiimNya. Atas izinNya, Ditta, dan sahabat Ditta itu dipertemukan di rumah Deti, salah seorang sahabat Ditta juga. Pada saat itulah meluncur kata-kata dari mulutnya (sahabat yang Ditta cemburui itu), kata-kata… yang benar-benar telah menampar Ditta.
Di sesi curhat, (ini sudah menjadi kegiatan rutin dan wajib tiap liburan bagi kami –Ditta, sahabat Ditta itu, Deti, dan Utheen), ia mengungkapkan semuanya. Mulai dari kesadarannya atas sikap Ditta yang berubah, cuek, dingin, seolah bisa melakukan “lebih” dari apa yang telah diperolehnya, dan masih banyak hal lainnya.
“Aku bingung, Ta… Aku tuh harusnya seneng… Tapi… ngeliat sikap kamu yang seperti itu, aku tuh jadi sedih… karena disaat aku seneng, sahabat aku sendiri ngerasa nggak seneng…”
Masya Alloh! Itulah sepenggal kalimat yang ia ucapkan, perasaan yang ia luapkan, ungkapan dari seorang sahabat… dengan berurai air mata.
Ya Alloh… Apa yang telah Ditta lakukan?! Bukannya mendukung, Ditta justru meremehkan. Bukannya ikut senang, Ditta justru malah jealous.
Sahabat macam apa Ditta ini? Jika di saat temannya berbahagia, ia tidak ikut bahagia?
Sahabat macam apa Ditta ini? Jika seharusnya Ditta tersenyum, namun justru Ditta menunjukkan muka masam dihadapan sahabatnya sendiri?
Sahabat macam apa Ditta ini? Yang hanya karena sahabatnya memiliki prestasi “lebih”, lantas Ditta melupakan semua kebaikan dan kebahagiaan yang pernah kami lalui bersama selama kurang lebih sepuluh tahun hingga detik itu?!
Sahabat macam apa Ditta ini, ya Alloh???
Air mata kami berderai. Kami saling berpelukan dan bermaafan… sore itu, tak kan pernah Ditta lupakan.
Ya… kata-kata itu telah mengingatkan Ditta… menampar Ditta… membangunkan Ditta… dan Ditta sungguh menyesal… sungguh menyesal…
“Janganlah kalian menganggap remeh kebaikan itu, walau hanya bermuka cerah kepada saudaramu.” (HR. Muslim)
“Orang yang layak dipuji adalah orang yang masih mampu tersenyum dalam keadaan serba menyayat memilukan hati.” (Ella W. Wilcox)
***
EPILOG
Di tahun terakhir kami duduk di bangku SMA, saat Ditta dan teman-teman satu kostan (Ditta mulai ngekost semester dua, kelas tiga) duduk di ruang tengah untuk makan malam, Deri, salah seorang teman Ditta tiba-tiba nyeletuk,
“Ditta sama Choi tuh, beneran temenan dari kecil? Kok asa jarang liat bareng, atau ngobrol bareng?”
Ditta dan Choi (sahabat yang pernah menampar Ditta dengan kata-katanya itu) saling memandang dan tersenyum. Ditta meneruskan makan, sedang Choi menjelaskan…
“Aku mah, meski jarang bareng atau jarang ngobrol sama Ditta, tapi… kalau lagi duduk dan diem berdua sama Ditta kayak gini, pasti rasanya beda sama duduk dan diem kalau bareng orang lain…”
Hmmh… Ditta hanya tersenyum dan meneruskan makan.
Ya… memang tak butuh kata-kata dalam mengungkapkan rasa sayang di antara kami… Cukup duduk diam, dan biarkan hati kami saling berbicara. Maka duduk diam yang sebentar pun, akan menjadi seperti percakapan panjang yang kami lakukan… ^_^
Saudara-saudariku…
Semoga ada ibroh (pelajaran) yang bisa dipetik dari pengalaman Ditta ini, dan semoga apa-apa yang baik bisa dipahami dan diaplikasikan, serta apa-apa yang tidak baik bisa kita hindari…
Wallahu a’lam bishshawab…
Semoga bermanfaat… ^_^
Note:
Teruntuk sahabat mungilku… Choi (panggilan anak IPA 3 untuk Choirunisa Kurnia Maulida) atau Nisa… panggilan kecil yang nggak bakal aku lupa, maaf… jika sahabatmu ini masih belum bisa menjadi saudara yang baik untukmu… maafkan, atas semua sikapku waktu itu… dan terima kasih, atas tamparannya… ^_^
Terima kasih, karena belum bosan sahabatan sama aku… (semoga)
Mudah-mudahan, Alloh berkenan menjaga tali silaturahim ini hingga di akhirat kelak,
Dan semoga, hal-hal pahit yang pernah kita lalui bersama, akan lebih mengokohkan tali persaudaraan kita…
Saudariku dan sahabatku…
Jazaakillaahu ahsanal jazaa…
Semoga Alloh membalas semua kebaikanmu dengan sebaik-baik balasan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar